Seorang tukang air memiliki dua tempayan besar, masing-masing bergantung pada kedua ujung sebuah pikulan, yang dibawa pada bahunya. Satu dari tempayan itu retak, yang satunya tidak. Tempayan yang tidak retak selalu dapat membawa air penuh dari mata air ke rumah majikannya, sedang tempayan retak itu hanya dapat membawa air setengah penuh.
Selama dua tahun, hal ini terjadi setiap hari. Si tempayan yang tidak retak merasa bangga akan prestainya, karena dapat menunaikan tugasnya dengan sempurna. Namun si tempayan retak merasa malu sekali akan ketidaksempurnaannya dan merasa sedih sebab ia hanya dapat memberikansetengah dari yang seharusnya dapat diberikannya. Tertekan oleh kegagalan ini, tempayan retak itu berkata kepada si tukang air, “Saya sungguh malu pada diri saya sendiri, dan saya ingin mohon maaf kepadamu.” “Kenapa?” Tanya si tukang air,